Benny Moerdani dan Tudingan Dalang Kerusuhan 18 Agustus 1998 Detik Diam, tak terdengar suaranya, dan tak juga diketahui kiprahnya. Pentas kekuasaan formal pun sudah menyingkirkan namanya. Namun sosoknya tetap jadi sorotan dan diperhitungkan. Itulah dia Jenderal (purn) LB Moerdani. Namanya hampir selalu diserempetkan dengan sebuah peristiwa. Kali ini serempetan ke alamat Benny tergolong serius. Maklum, serempetan ini berkaitan dengan peristiwa kerusuhan 13-14 Mei lalu, yang dihujat oleh seantero dunia: Benny dituding sebagai dalang di balik kerusuhan mengegerkan, yang pada akhirnya menjadi salah satu faktor yang memaksa Soeharto lengser dari kursi kepresidenan. Tudingan itu marak dibicarakan orang pada pekan ini setelah Tabloid Adil mengangkatnya menjadi laporan utama pada edisi No.46, 19-25 Agustus 1998. Hanya saja, tabloid milik Timmy Habibie (adik Presiden BJ Habibie), masih memberi tanda tanya besar soal tudingan Benny sebagai dalang kerusuhan. Soalnya, ya itu tadi, bukti-bukti kongritnya tak ada. Tudingan ke alamat Benny tersebut, oleh Adil, dikembangkan dari pernyataan tiga pihak. Pertama dari seorang jenderal yang dekat dengan Letjen Prabowo Subianto, kedua dari seorang jenderal di Bina Graha, dan yang ketiga berasal dari seorang politisi yang mengaku dekat dengan Benny. Jenderal yang dekat dengan Prabowo, sebagaimana dikutip Adil, yakin seyakin-yakinnya bahwa Benny adalah otak di balik kerusuhan 13-14 Mei lalu. Benny disebutnya mengendalikan aksi itu dari Hotel Ria Diani, Cibogo, di kawasan Puncak Bogor. "Cek kalau tak percaya,"begitu kata sang jenderal. Ia menambahkan, perusuh di lapangan adalah orang-orang sipil yang dilatih Benny di kawasan Gunung Salak. Fakta-fakta yang disodorkan Jenderal sahabat Prabowo ini nampaknya sulit dibuktikan. Adil yang rupanya tidak mau terjebak menjadi hakim yang memvonis Benny, melacak pernyataan Pak Jenderal yang konon kini sudah digeser dan tidak memiliki job. Hasilnya? Boleh dibilang nihil. Sumber-sumber yang diinvestigasi tidak satu pun yang melihat dan memberi pengakuan Benny pada saat kerusuhan itu marak berada di Hotel Ria Diani. Sedangkan jenderal yang kini berada di lingkungan Bina Graha menyodorkan fakta tidak berfungsinya alat komunikasi ABRI pada saat kerusuhan pecah. Akibatnya, koordinasi antarpasukan amburadul. Penyebaran penugasan untuk mengatasi aksi kerusuhan dan penjarahan morat-marit. Mengapa sarana komunikasi itu macet? "Ditimpa sistem komunikasi lain yang frekuensinya lebih kuat,"kata Pak Jenderal itu sebagaimana dikutip Adil. Yang lebih kuat itu konon hanya dimiliki oleh Kedutaan Besar AS di Jakarta. Kedutaan Besar AS lantas jadi kata kunci. Sudah barang tentu dikaitkan kedekatan Benny dengan badan intelijen negeri Paman Sam, CIA. Dan satu-satunya orang yang punya akses kuat untuk memanfaatkan sistem komunikasi canggih itu, tidak lain adalah Benny. Hanya saja, seorang jenderal senior yang dulunya dikenal sebagai musuh Benny, ketika dihubungi detikcom, Selasa (18/8), menepis kemungkinan itu. "Kalaupun benar sistem komunikasi itu dikacaukan, memangnya ABRI tidak memiliki sarana lain. Sebut saja, telepon ataupun HP yang bisa dimanfaatkan dalam kondisi darurat,"kata Pak Jenderal yang enggan disebut namanya. Atau menggunakan sarana tradisional alias lewat kurir. Toh saat itu Jakarta lengang. Dari satu sudut kota ke sudut lain hanya membutuhkan jangkauan beberapa puluh menit saja. Tepisannya itu juga diikuti dengan fakta lainnya. Yakni banyaknya pasukan di tempat-tempat di mana kerusuhan itu berlangsung. Pasukan-pasukan dengan persenjataan lengkap itu terlihat membiarkan massa yang melakukan kerusuhan dan penjarahan. "Putar lagi dokumentasi televisi swasta. Nanti akan terlihat adanya pasukan itu namun nggak ngapain-ngapain, terutama yang terlihat di Jakarta Pusat, Utara dan Barat"katanya. Sebaliknya, fakta juga menyatakan, pasukan Marinir yang didrop di kawasan Salemba-Senin, justru melakukan suatu aksi yang pada akhirnya mampu menangkal terjadinya kerusuhan di kawasan yang biasanya rawan itu. "Jadi terlihat sekali, masalahnya bukan pada sarana komunikasinya, tetapi pada perintah apa yang dikomunikasikan,"katanya. "Tanpa bermaksud membela Benny, tapi kalau menuduh dia dengan alasan perusakan sistem komunikasi kok rasanya kurang masuk akal,"katanya. Namun ia mengingatkan, Benny selama ini dikenal sebagai seorang jenderal brilian yang terbiasa bekerja dengan rapi dan sistematis. "Jadi kalau menuding dia sebagai dalang kerusuhan, sodorkan bukti yang kuat,"tambahnya. Sedangkan pernyataan politisi yang dekat dengan Benny menyatakan, bahwa aksi kerusuhan 13-14 Mei lalu, sangat mustahil jika dilakukan oleh "pemain baru" seperti Prabowo. "Mereka tidak memiliki pengalaman seperti itu,"katanya seperti dikutip Adil. Ia lantas merujuk kasus penyerbuan kantor DPP PDI oleh para "pemain baru" yang hasilnya berantakan. Politisi tersebut yakin bahwa kerusuhan lalu itu dimotori oleh jenderal senior yang berada di luar lingkaran kekuasaan. Lantas apa kesimpulan dari tiga sumber Adil tersebut? Nampaknya orang tidak boleh buru-buru langsung menuding Benny sebagai dalang kerusuhan. Adil toh tetap juga menjaga perimbangan dan tidak mentah-mentah memamah fakta dan pernyataan dari tiga sumber utamanya, untuk menjatuhkan vonis buat Benny. Pernyataan konglomerat yang dikenal dekat dengan Benny, Sofyan Wanandi, yang dikutip Adil nampaknya bisa mendorong percepatan menguak tuntas pelaku dan dalang kerusuhan itu. "Makanya usul saya supaya dibongkar semua. Jadi ketahuan. Dituntaskan.Pelaku sekaligus otaknya dibawa ke pengadilan,"Kata Sofyan. Nampaknya keinginan Sofyan sudah di depan mata. Polisi kini sudah menciduk 16 orang penggerak lapangan aksi kerusuhan itu. Tantangan Sofyan itu harus segera dijawab. Apa sih susahnya pak polisi? |