Soal Kerusuhan 14-15 Mei: Pemerintah Harus Bertanggung Jawab
Sent by: Solidaritas Nusa-Bangsa
Jakarta, Kompas
Komite Pemuda Indonesia untuk Penghapusan Diskriminasi Ras mendesak
dan menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab atas peristiwa
kerusuhan yang bersifat diskriminasi
ras. Komite juga mendesak pemerintah segera meratifikasi konvensi
internasional tentang
penghapusan segala bentuk diskriminasi ras dan membentuk undang-undang
antirasial.
Demikian pernyataan pers Komite Pemuda Indonesia untuk Penghapusan
Diskriminasi Ras, Jumat (5/6), dalam acara pemutaran film kerusuhan
Mei 1998 di kantor Yayasan Lembaga
Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta Pusat.
Komite yang dibentuk dengan organisasi Dewan Penasihat, Dewan
Pakar, dan Dewan Pekerja akan melakukan program solidaritas nusa
bangsa. Di Dewan Penasihat terdapat nama antara lain Romo Ismartono
SJ, Arief Budiman, SAE Nababan. Sedang di Dewan Pakar terdapat
nama Prof Dr Bagir Manan(mantan Dirjen Hukum dan Perundang-undangan),
AS Hikam (peneliti LIPI), dan Christianto Wibisono.
Dalam diskusi kemarin hadir antara lain sejarahwan Onghokham,
AS Hikam, Sekretaris Tim Relawan Sandyawan Sumardi, dan beberapa
mantan atlet dan atlet bulutangkis seperti Rudy Hartono, Tan Joe
Hok, dan Susy Susanti.
Dalam pernyataan pers yang dibacakan Ester Indahyani Jusuf (Ketua
Dewan Pekerja) disebutkan, kerusuhan massa dengan sentimen anticina
tidak lepas dari kebijakan negara Orde Baru yang memang cenderung
diskriminatif. "Negara terus melakukan reproduksi
simbol-simbol diskriminatif secara sistematis yang dengan paksa
menempatkan etnis Cina Indonesia ke dalam posisi tertentu yang
sesungguhnya tidak mereka inginkan," demikian pernyataan
pers Komite Pemuda Indonesia untuk Penghapusan Diskriminasi Ras.
Terorganisir
Disebutkan pula, peristiwa kerusuhan baru-baru ini bukanlah kejadian
spontan, melainkan suatu tindakan yang terorganisir secara rapi.
Peristiwa tersebut mencerminkan lemahnya sistem penataan bersama
(society governance) yang dijalankan otoritas pemerintahan.
Oleh karena itu, Komite dalam siaran persnya, menuntut tanggung
jawab pemerintah terhadap peristiwa kerusuhan yang bersifat diskriminatif
dan mendesak pemerintah segera meratifikasi konvensi internasional
tentang antidiskriminasi.
Salah satu hak yang dijamin konvensi internasional tentang penghapusan
segala bentuk diskriminasi ras (International Convention on the
Elimination of All Forms of Racial
Discrimination) tahun 1966, antara lain hak atas keamanan seseorang
dan perlindungan oleh negara terhadap kekerasan atau perusakan
jasmani, apakah diakibatkan oleh pejabat pemerintah atau oleh
perorangan, kelompok atau lembaga.
Sementara itu, AS Hikam mengatakan, selain dipengaruhi pandangan
ideologi dunia yang memberi peluang munculnya rasialisme, kerusuhan
rasial juga disebabkan struktur politik
dan ekonomi yang tidak demokratis. Struktur tersebut, menurut
Hikam, membuka peluang
terjadinya rasialisme.
Tan Joe Hok, mantan pemain bulu tangkis Indonesia, yang dihubungi
Kompas di sela-sela acara tersebut mengatakan, masalah kesenjangan
sosial tidak dapat dijadikan alasan
terjadinya kerusuhan rasial.
"Coba survei, berapa banyak orang Cina yang kaya," tanyanya.
Oleh karena itu, menurut Tan Joe Hok, perlu ada political will
dari pemerintah, khususnya untuk membuat undang-undang anti rasial.
(bb)
|