Sofyan Wanandi Tidak Aspiratif Wakili WNI Turunan
MEDAN (Waspada): Pengusaha nasional Sofyan Wanandi tidak aspiratif
untuk berbicara mewakili WNI Keturunan, sebab dia adalah konglomerat
yang banyak menerima fasilitas Cendana dan tidak mampu menyuarakan
keinginan WNI Turunan.
Pengamat ekonomi di Medan, Vincent Wijaya mengatakan hal itu Jumat
(5/6), sehubungan dengan imbauan Sofyan Wanandi terhadap WNI Turunan
(Waspada 5/6).
Vincent menjelaskan bahwa Sofyan Wanandi tidak aspiratif karena
dia adalah salah seorang konglomerat yang menerima fasilitas di
masa regim Soeharto dan imbas negatifnya dirasakan oleh masyarakat,
termasuk WNI Turunan sendiri.
Konglomerat WNI Turunan juga ada main comot perusahaan WNI Turunan
yang ada di bawahnya, kata Vincent tanpa menyebut nama. Dan sekarang
gara-gara konglomerat, sejumlah WNI Turunan yang di bawah, terkena
amukan massa.
"WNI turunan pun bisa menggunakan ikat kepala reformasi protes
padanya," katanya.
Vincent Wijaya menyebutkan bahwa komentar-komentar Sofyan Wanandi
menunjukkan seolah-olah dia ingin menjadi 'The Godfather' di kalangan
WNI Turunan. ''Kita tidak perlu kepala suku (the godfather). Kita
lahir di sini dan merasa bagian dari bangsa ini,'' tegasnya.
Vincent yakin bahwa WNI Turunan akan mempunyai kesadaran sendiri
untuk membangun perekonomian negeri ini dengan kembali berusaha
sebaik-baiknya dan menyambung kembali jaringan distribusi perdagangan
yang terputus akibat kerusuhan-kerusuhan.
Pengusaha WNI Turunan mempunyai keinginan kuat untuk kembali menjalankan
usaha mereka sebagaimana biasa. Mereka hanya mengalami trauma
dengan kerusuhan-kerusuhan, sebab sasarannya adalah pada mereka
dan keluarga, ujarnya. Karena ketakutan mereka eksodus ke luar
negeri, kata Vincent yang tetap tinggal di Medan ketika terjadi
kerusuhan awal Mei dan menyebarnya isu 20 Mei lalu.
Stabilitas politik dan keamanan mutlak diperlukan. Sebagai warga
negara, mereka akan menjalankan kewajiban kepada negara, tapi
bersamaan dengan hal itu mereka juga mendambakan perlindungan
keamanan, hukum dan hak azasi.
Kemudian Vincent meminta agar jangan terjadi lagi peristiwa-peristiwa
rasial yang menyudutkan masyarakat China. Mereka itu adalah bagian
dari masyarakat Indonesia. Mereka lahir di sini, mereka adalah
sukubangsa sebagaimana sukubangsa lainnya.
Vincent sependapat dengan Sofyan Wanandi agar WNI Turunan China
disebut saja sebagai suku Tionghoa agar tidak dikaitkan lagi dengan
tanah leluhur RRChina, tambahnya.
Begitupun Vincent menyebutkan bahwa mayarakat suku Tionghoa ini
janganlah mengeksklusifkan diri dan hendaknya mampu berbaur dengan
masyarakat banyak. Bergaullah dengan masyarakat sekitarnya dan
meningkatkan kepedulian sosial, sehingga tidak terjadi kecemburuan
sosial. Gunakan bahasa Indonesia di tempat-tempat umum walaupun
kaum tua mempunyai hambatan untuk berbahasa Indonesia yang baik,
kata Vincent.
Tentang seruan Sofyan Wanandi agar suku Tionghoa terjun dalam
dunia politik, ini bukan cara terbaik, malah dikhawatirkan akan
mencari permusuhan lagi. Keahlian suku Tionghoa ini hanya berdagang,
ujarnya.
Way out
Selanjutnya Vincent Wijaya yang selalu tanggap dengan permasalahan
ekonomi nasional mengatakan, masalah ekonomi sudah mendesak untuk
dibenahi.
Reformasi, katanya, sudah berhasil dilaksanakan mahasiswa dan
tahap kedua sekarang ini harus tenang, aman dan membenahi perekonomian.
Menurut berita CNBC, pertumbuhan ekonomi akan mencapai minus 10,1
persen, inflasi mencapai 80-85 persen dan angka pengangguran menjadi
15,4 juta.
Keadaan itu, kata Vincent, menunjukkan bahwa perekonomian kita
mencapai tahap yang sangat mengkhawatirkan dan harus segera dibenahi
agar tidak menyengsarakan masyarakat banyak. (m45)
|