Kerusuhan 13-14 Mei Dipicu Kelompok Terorganisir
Jakarta, Kompas
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam pernyataan
tertulisnya meminta pemerintah termasuk ABRI mengusut tuntas aparat
keamanan yang membiarkan, tidak mencegah dan tidak mengatasi dengan
cepat kerusuhan yang timbul pada tanggal 13 dan 14 Mei 1998 lalu.
Pemerintah termasuk ABRI juga dituntut untuk mengusut tuntas adanya
kelompok terorganisir yang memulai sekaligus menjadi pemicu timbulnya
perusakan, pembakaran dan penjarahan di wilayah sekitar DKI Jakarta
pada waktu itu. Kerusuhan itu telah menewaskan 1.188 orang.
Pernyataan tertulis itu ditandatangani Miriam Budiardjo (Wakil
Ketua I), Marzuki Darusman (Wakil Ketua II) dan Baharuddin Lopa
(Sekretaris Jenderal) dan dibacakan Asmara Nababan di Sekretariat
Komnas HAM di Jakarta, Selasa (2/6) petang. Selain Nababan, ikut
hadir dalam jumpa pers itu adalah Soetandyo Wignjosoebroto, Aisyah
Aminy, Marzuki Darusman, Baharuddin Lopa, BN Marbun dan Clementino
dos Reis Amaral.
Dalam rekomendasinya, Komnas HAM juga meminta agar pemerintah
menciptakan kebijakan ekonomi yang lebih adil sehingga dapat mencegah
timbulnya kecemburuan antarkelompok etnis/golongan. Dalam rangka
reformasi kehidupan nasional yang mantap, pemerintah diharapkan
dapat menciptakan kondisi yang dapat mengharmonisasikan berbagai
kelompok etnis di Tanah Air.
"Pemerintah dan ABRI hendaknya dapat lebih peka dan antisipatif
terhadap kemungkinan terjadinya gejolak yang tidak wajar dan ikut
serta secara aktif memelihara ketenteraman baik dengan cara menghormati
hak sesama anggota masyarakat ataupun meningkatkan sistem keamanan
swakarsa," demikian Komnas.
Ditanya mengenai kemungkinan Komnas HAM melihat adanya upaya rekayasa
satu kelompok atas kelompok lain di balik peristiwa kerusuhan
13-14 Mei 1998, Marzuki Darusman meminta agar hal ini tidak dijadikan
pegangan masyarakat. "Komnas HAM tidak ingin melakukan pernyataan
yang berbau spekulatif. Untuk itulah pentingnya pemerintah termasuk
ABRI menjelaskan secara gamblang, transparan, seterbuka mungkin
serta menyeluruh adanya tiga peristiwa besar di awal tahun ini
agar masyarakat mengetahui duduk perkaranya dengan jelas dan benar,"
tegas Marzuki.
Tiga peristiwa besar sebagaimana dimaksud Marzuki adalah terjadinya
penculikan yang menimpa sejumlah aktivis seperti Pius Lustrilanang
dan Desmond Junaidi Mahesa, penembakan yang menewaskan empat mahasiswa
Universitas Trisakti dan kerusuhan 13-14 Mei 1998 lalu.
"Pemerintah harus menjelaskan segamblang mungkin ketiga peristiwa
itu," kata Marzuki.
1.188 orang tewas
Dalam pernyataannya itu, Komnas HAM sampai pada kesimpulan adanya
enam penyebab utama terjadinya kerusuhan 13-14 Mei dan telah terjadi
empat pelangaran HAM. "Ini didapat berdasarkan pemantauan
langsung Komnas HAM dan banyaknya laporan yang masuk dari
masyarakat luas ke kami," tambah Nababan.
Penyebab pertama, adanya kebijakan dan praktek koruptif pejabat
pemerintah yang memungkinkan terciptanya kelompok yang dominan
dalam masyarakat. "Dan ini selalu cenderung dihubungkan dengan
kelompok etnis Cina. Kondisi telah menimbulkan ketidakadilan dan
kecemburuan sosial yang berpotensi terjadinya disintegrasi dalam
masyarakat," kata Nababan.
Kedua, akibat kebijakan pemerintah itu, tembok sosio kultural
masyarakat yang memang sudah lama ada di antara kelompok etnis
menjadi lebih sulit diatasi. "Ini karena adanya potensi tindakan
rasialis dalam masyarakat," kata Nababan.
Ketiga, adalah belum berhasilnya pemerintah mengharmonisasikan
kelompok etnis di masyarakat dalam rangka integrasi nasional.
Keempat, pada saat terjadinya kerusuhan tidak terlihat adanya
usaha yang sungguh-sungguh dari aparat keamanan untuk mencegah
meluasnya kerusuhan yang terjadi. Tindakan penanggulangan baru
terlihat jauh setelah kejadian berlangsung bahkan selesai.
Kelima, tampak aparat keamanan kurang antisipatif terhadap adanya
dugaan keras akan terjadinya kerusuhan.
Keenam, Komnas HAM berdasarkan pemantauan dan laporan yang masuk
sampai pada kesimpulan adanya kelompok terorganisir yang memulai
atau memicu terjadinya perusakan, pembakaran dan penjarahan.
Perkosaan
Selain itu Komnas HAM, menurut Aisyah Aminy, juga menerima laporan
adanya sejumlah kasus perkosaan dan pelecehan seksual yang terjadi
bersamaan dengan kerusuhan tanggal 13-14 Mei lalu. "Keadaan
ini yang tidak mencuat ke permukaan dinilai melanggar HAM,"
tegas Aminy.
Akibat adanya kerusuhan itu Komnas HAM, menurut Nababan, juga
menerima laporan secara kuantitatif kerugian material yang menyolok.
Kerugian itu adalah matinya sekitar 1.188 jiwa manusia, 101 luka-luka,
pembakaran yang diikuti oleh penjarahan atas 40 pusat pertokoan,
2.479 rumah toko, 1.604 toko, 1.119 mobil, 1.026 rumah penduduk,
383 kantor yang dibakar/dirusak serta sejumlah kasus perkosaan
yang masih diteliti lebih jauh. "Secara kualitatif peristiwa
ini mengguncangkan para korban, yang juga etnis Cina serta warga
Indonesia lain termasuk warga negara asing."
Empat pelanggaran HAM
Dalam bagian lain pernyataannya, Komnas HAM juga melihat adanya
empat pelanggaran HAM.
Pertama, adanya pelanggaran atas hak untuk hidup dengan bebas
dari rasa takut (Freedom from Fear).
Kedua, adanya pelanggaran atas hak untuk mempertahankan hidup
(Right to Life).
Ketiga, adanya pelanggaran atas hak untuk hidup dengan menikmati
harta benda (Right to Property).
Dan keempat, adanya pelanggaran atas martabat dan kehormatan yang
menimpa kaum perempuan (Right for Integrity and Dignity of the
Person). (bw)
|