Laporan Perkosaan Massal Dengan Ratusan Korban Tidak Logis
Kamis, Juli 30, 1998

Waspada

JAKARTA (Waspada): Laporan telah terjadi perkosaan massal dengan ratusan korban saat kerusuhan Mei lalu sulit dipercaya dan tidak logis karena laporan itu sepihak diungkapkan aktivis LSM dan tanpa disertai ketidakberanian menunjukkan korban dan pengaduan ke polisi untuk pengusutan lebih lanjut.

Pengamat sosial Eddy Noor di Jakarta, Rabu, mengatakan, laporan itu merupakan upaya sistematis untuk menjelekkan pemerintah dan Bangsa Indonesia. Upaya merupakan tindak balas dendam atas kerugian yang dialami akibat kerusuhan Mei 1998.

"Itu rekayasa untuk membalas sakit hati akibat kerusuhan Mei lalu. Buktinya laporan itu sebatas laporan dengan mengandalkan pers agar tersebar sehingga pemerintah dan bangsa ini menjadi jelek," katanya.

Dia mengatakan, mungkin saja ada satu atau dua kasus perkosaan, lalu kasus itu digunakan aktivis LSM untuk memperbesar kasus. Kesempatan untuk memperbesar kasus itu memang berpeluang besar karena perkosaan sulit dibuktikan.

"Ini merupakan propaganda politik untuk membalas sakit hati," katanya. Pemerintah diharapkan tidak terjebak dengan propaganda itu dan pers tidak mudah terseret oleh informasi yang tanpa disertai dengan bukti.

Namun pers telah terseret jauh sehingga menulis apa saja yang diungkapkan aktivis LSM yang melaporkan telah terjadi perkosaan. Karena itu, patut diduga upaya itu merupakan cara balas dendam agar nama pemerintah jelek.

Dia mendesak pemerintah meminta laporan dan bukti berdasarkan laporan orang yang mengaku menjadi korban agar bisa diselesaikan. Selama ini pihak-pihak yang mengaku sebagai penampung pengaduan korban perkosaan hanya sebatas menerima pengaduan, tidak berani melaporkan kasus itu ke polisi.

"Ini sebenarnya ada apa, kok nggak berani lapor ke polisi agar bisa diselesaikan," katanya. Jika ada laporan, pihak kepolisian tentu bisa diajak kerjasama agar korban dilindungi karena

menyangkutkorban tindak asusila.

Sayangnya, kata Eddy Noor, para aktivis dan orang yang mengaku menjadi korban tak bernai melaporkan kasusnya ke polisi.

Karena itu, patut diduga ada motif sistematis dengan menggunakan dalih perkosaan sebagai cara untuk membalas sakit hati.

Ketidaklogisan itu didasarkan pada laporan bahwa perkosaan terjadi di jalanan, di kendaraan taksi atau di ruko. Padahal suasana kerusuhan dipenuhi dengan manusia yang berhamburan sehingga sulit bagi orang untuk melakukan perzinahan.

Dukungan psikologis kurang bisa mendorong terjadinya pemerkosaan. Seorang laki-laki sulit memunculkan hasrat biologisnya di dalam suasana hiruk-pikuk seperti itu. "Karena itu kasus perkosaan massal yang didengungkan itu tidak logis", katanya.

Publikasi

Pendapat senada diungkapkan anggota Komisi II DPR Lukman Harun. Anggota FKP DPR RI itu mendesak pemerintah meminta bukti dari pihak yang telah mempublikasikan adanya perkosaan massal karena adanya laporan dan publikasi itu nama baik Indonesia telah tercemar di luar negeri.

"Selama ini yang ada hanya desakan agar pemerintah menyelesaikan kasus itu, sedangkan buktinya mana? Tampaknya kasus itu hanya dipolitisir secara sistematis oleh pihak tertentu,"

katanya.

Dia mengatakan, pemberitaan media massa nasional dan internasional berdasarkan laporan pihak-pihak tertentu mengenai kerusuhan merupakan bagian dari upaya sistematis untuk menjelekkan nama baik Indonesia di luar negeri.

"Kalau memang ada terjadi dan ada bukti memang kasus perkosaan harus diselesaikan, pelakunya harus dihukum berat tetapi janga hanya memunculkan tuntutan agar diselesaikan. Tunjukkan bukti," katanya.

Berdasarkan pengakuan korban kepada para sukarelawan yang menampung laporan korban maka mungkin bisa diselidiki siapa pelakunya. Namun selama ini, pemerintah didesak menyelesaikan tetapi kurang diberi petunjuk berdasarkan laporan yang masuk ke para sukarelawan.

Kepada pemerintah, para aktivis dan tim relawan juga hanya menyodorkan angka-angka yang dikatakan sebagai angka korban.

"Sulit mempercayai telah terjadi perkosaan massal, apalagi situasinya 'kan penuh dengan hiruk-pikuk apa mungkin bisa terjadi sebuah perkosaan?," katanya.

Dia mengatakan, kerusuhan berlangsung dengan suasana cepat dan penuh manusia yang melakukan penjarahan. Semua itu berlangsung cepat sehingga patut dipertanyakan apakah suasana seperti itu memungkinkan bagi orang untuk melakukan perkosaan.

Selain itu, suasa psikologis seseorang juga kurang mendukung bagi terjadinya hubungan seks karena suasananya penuh dengan hiruk-pikuk manusia. "Kita patut pertanyakan laporan yang tanpa disertai bukti-buktinya," kata Lukman.

Dia mendesak pemerintah agar tidak begitu saja menerima laporan tertulis dari pihak yang mengaku menampung laporan korban perkosaan, karena ada kemungkinan laporan itu hanya untuk menjebak dan mempermalukan pemerintah. "Pemerintah perlu mendesak dikeluarkannya bukti, jangan hanya berdasarkan laporan," katanya.

Para Aktivis telah melaporkan ke Komnas HAM mengenai kasus perkosaan massal. Pemerintah pun telah membentuk tim khusus untuk mengusut kasus itu.

Sejauh ini para aktivis dan korban belum melaporkan kasusnya ke polisi atau ke tim khusus yang dibentuk pemerintah.(antara)


BACK