Bisnis Gas Airmata mulai Nge-Trend
Selasa, Juli 28, 1998

Republika

BANDUNG -- Rasa tak aman akibat masih santernya isu kerusuhan, ancaman penjarahan, dan perkosaan dalam beberapa pekan terakhir, membuat bisnis alat-alat 'bela diri' semakin berkibar.

Setelah maraknya penjualan pistol peluru tajam di Jakarta, kini di Bandung juga sedang trend

penjualan gas air mata. Kebanyakan pembeli gas air mata ini adalah wanita keturunan Tionghoa. Mereka sengaja membeli alat tersebut untuk menjaga diri.

Dari hasil pelacakan Republika di lapangan, penjualan gas air mata ilegal ini mulanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Para agen di kota Bandung menjual barang tersebut hanya terbatas pada kalangan tertentu.

Namun sejak dua pekan terakhir ini, penjualan gas air mata yang dinilai efektif untuk melumpuhkan pelaku kejahatan ini semakin terang-terangan. Bahkan, para pedagang gas air mata ini secara door to door mendatangi kantor atau rumah untuk menawarkan barang tersebut. ''Konsumen saya banyak dari karyawati bank swasta,'' kata seorang pedagang

yang enggan disebutkan namanya.

Sebenarnya penjualan alat-alat 'bela diri' -- semisal pistol, pistol kejut listrik, gas air mata --

bukanlah hal baru. Dua tahun lalu penjualan pistol kejut listrik dan gas air mata telah dilakukan secara terang-terangan. Di Bandara Polonia, Medan, misalnya, tahun 1996 ada

kios khusus yang menjual gas air mata dan alat kejut listrik itu. Mereka konon juga menjanjikan izin khusus bagi pembeli pistol listrik.

Tahun 1997 penjualan alat-alat 'bela diri' itu pun marak di Surabaya. Selain dijual di pusat

perbelanjaan, alat-alat itu dulu rencananya juga akan dijual ke aparat Pemda Surabaya. Namun, rencana pembekalan aparat Pemda Surabaya ini batal setelah ada protes dari masyarakat.

Dan, sejak kerusuhan Mei lalu, penjualan alat-alat 'bela diri' makin laris. Pistol -- baik pistol

pembius, pistol listrik, maupun pistol dengan peluru tajam -- mulai dari merek Smith & Wesson, Colt, GS 118, hingga Walther bisa dengan gampang dibeli di Jakarta. Harganya

bervariasi dari Rp 8 - 30 juta.

Kini, di Bandung tak sulit lagi mencari gas air mata. Harganya berkisar antara Rp 100-400 ribu per tabung, tergantung ukuran yang juga bervariasi mulai 100 gram hingga 600 gram. Warna tabung gas air mata ini ada dua macam, yaitu warna putih dan merah.

Menurut penuturan para pedagang, merek gas air mata yang diambil dari Jakarta dan didatangkan dari Amerika itu bermacam-macam. Tetapi, yang paling banyak beredar di pasaran yaitu merek 'Cobra'. Ada tiga sampai empat bentuk kemasan gas air mata merek ini. Yang pertama, yaitu memiliki bobot sekitar 100 gram dengan tinggi tabung terbuat dari kaleng setinggi 10 sentimeter. Bentuk pertama ini banyak diminati karena ukurannya kecil dan praktis dimasukkan ke dalam tas atau saku baju.

Sedangkan bentuk kedua memiliki ukuran tinggi 13 sentimeter dengan berat sekitar 200 gram. Ukuran ketiga, yaitu lebih besar dari jenis kedua dan memiliki bobot sekitar 250 gram. Adapun jenis keempat memiliki ukuran tinggi tabung 27 sentimeter dengan berat 600 gram. Jenis terakhir ini biasanya disimpan di rumah-rumah atau di mobil karena ukurannya lebih besar.

''Para konsumen biasanya lebih banyak memilih ukuran paling kecil. Selain praktis juga harganya relatif lebih murah. Saya sendiri sudah menjual lebih dari 100 buah untuk ukuran ini,'' ujar seorang sales yang menekuni bisnis ini selama sebulan itu.

Cara kerja gas air mata ini mirip dengan semprotan minyak wangi. Yaitu, dengan sekali tekan akan keluar cairan dari dalam botol tersebut. Adapun dampak cairan ini bisa membuat mata pedih. Bahkan, kalau cairan itu -- yang mengandung zat trichlorofluoromethane itu -- banyak masuk ke mata, akan menimbulkan kebutaan. Tak heran bila gas air mata ini banyak diminati untuk melumpuhkan para pelaku kejahatan.

''Daripada kita menjadi korban lebih baik kami melengkapi diri dengan alat ini. Apalagi situasinya seperti ini. Kami merasa was-was kalau keluar rumah tanpa alat ini,'' tutur Erwin, karyawan sebuah bank nasional yang membelikan sebuah tabung gas untuk istrinya itu.

Kapolwiltabes Bandung Kol Pol Drs Dodi Sumanthyawan HS ketika dimintai konfirmasi oleh

Republika mengatakan bahwa praktek penjualan gas air mata itu tidak bisa dilakukan sembarangan.

Menurutnya, ada aturan untuk menjual gas air mata itu. Izin penjualan gas air mata itu, katanya, harus melalui Polri dan Departemen Perdagangan. ''Jadi tidak bisa dilakukan sembarangan. Kami bisa mengerti kalau itu dilakukan untuk mencegah kejahatan. Tapi,

caranya tidak dengan melanggar hukum,'' tutur Dodi seraya menyatakan akan melakukan pengecekan mengenai kasus tersebut.


BACK