Pelecehan Seksual Dilaporkan Ke Kodim Bandung
Minggu, Juli 26, 1998

Suara Pembaruan

Kelompok relawan Pandu Putri Pertiwi (Panpuri) Bandung menuntut Panglima Kodam III/Siliwangi dan jajarannya untuk segera menjaga dan memulihkan hak-hak sipil warga masyarakat Jabar, agar mereka terbebas dari rasa takut, dan dapat kembali memperoleh rasa aman. Kasus pelecehan seksual dan perkosaan di daerah Bandung dalam tiga minggu terakhir ini dinilai meningkat. Tercatat sekurangnya delapan kasus pelecehan seksual dan perkosaan dalam tiga minggu terakhir.

Lea Margareth salah seorang pengurus Panpuri di depan Komandan Kodim Bandung, Letkol Anhar di Bandung yang datang bersama simpatisannya yang terdiri dari mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Bandung Raya dan ibu-ibu rumah tangga hari Jumat (24/7) menyebutkan, dalam tiga minggu belakangan di bulan Juli ini, kami mendapatkan fakta-fakta dan berita-berita yang meresahkan masyarakat kota Bandung, terutama bagi etnis Tionghoa. Fakta-fakta tersebut jelas merupakan bentuk-bentuk ancaman teror terhadap rakyat. Paling tidak ada delapan fakta dan berita buruk yang berhasil diperoleh Panpuri selama bulan ini.

Pertama,

ditemukan selebaran yang beredar di daerah Kopo, Cicaheum dan Tamansari Bandung. Isi selebaran gelap itu, mengajak warga masyarakat, terutama golongan ekonomi lemah, untuk melakukan penjarahan, kerusuhan dan kekasaran terhadap warga masyarakat etnis Tionghoa.

Kedua,

dua minggu lalu empat mahasiswi Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung pada waktu yang berbeda mengalami pelecehan seksual dan dikejar-kejar oleh beberapa pelaku di dekat kampus Unpar, Jl Ciumbeuluit Bandung. Untung warga masyarakat setempat berhasil menyelamatkan keempat gadis itu, sehingga terhindar dari perlakuan yang lebih buruk.

Ketiga,

akhir Juni lalu seorang mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bandung (STIEB) diperkosa oleh beberapa pria. Gadis itu dibawa ke suatu tempat di Soreang, Kabupaten Bandung, lalu diperkosa. Kemudian korban tersebut dirawat di sebuah rumah sakit swasta di Bandung.

Keempat,

tiga minggu lalu seorang mahasiswi Universitas Maranatha (UKM) Bandung diperkosa setelah ia mengambil uang dari sebuah anjungan tunai mandiri (ATM) yang terletak di depan kampusnya, Jl Suriasumantri Bandung.

Kelima,

beberapa "tukang becak" misterius di daerah Jl Astana Anyar dan Jl Kopo Bandung mengaku memperoleh uang sebesar Rp 5.000 - Rp 25.000 dari orang yang tak dikenal. Para penerima uang itu diperintahkan untuk melakukan perkosaan terhadap para

perempuan etnis Tionghoa.

Keenam,

empat karyawati Bank Danamon diBandung, juga diperkosa di tempat-tempat terpisah. Di antara empat korban itu ada seorang ibu yang telah beranak dua orang.

Ketujuh,

telepon gelap yang bertubi-tubi terhadap beberapa warga Bandung yang isinya berupa

ancaman kekerasan dan membuat keresahan.

Kedelapan,

ancaman secara personal sambil meneriakkan perkataan yang bersifat rasial.

Selain fakta-fakta dan berita-berita tersebut, Panpuri juga menemukan dampak-dampak buruk

yang diderita langsung oleh warga masyarakat, terutama mereka yang jadi sasaran teror.

Akibat buruk teror tersebut antara lain sebagai berikut.

Warga masyarakat merasa tidak nyaman hidup di Bandung, tidak merasa aman, selalu dibayang-bayangi ketakutan akan adanya kekerasan. Warga masyarakat juga menjadi terganggu dalam menjalankan kegiatan sehari-hari.

Di Solo

Sementara dari Solo diperoleh penjelasan, pihak Kepolisian Wilayah (Polwil) terus mengusut dugaan kasus pemerkosaan terhadap 24 orang wanita warga keturunan Tionghoa, pada saat kerusuhan di Solo tanggal 14 dan 15 Mei lalu.

Pengusutan tersebut untuk menindaklanjuti laporan sejumlah warga atau korban ke Komnas HAM belum lama ini, tentang terjadinya kasus pelecehan seksual atau pemerkosaan bersamaan kerusuhan itu.

Kapolwil Surakarta Kol Pol Drs Zainal Abidin Ishak kepada wartawan Jumat (24/7) mengatakan, meskipun pihaknya telah mengusut kasus tersebut namun sejauh ini belum ditemukan adanya indikasi kasus pemerkosaan. Untuk itu pihaknya masih mencari bukti-bukti yang kuat untuk dapat mengungkap kasus laporan masyarakat itu, khususnya untuk menangkap para pelakunya.

Dikatakan, kasus pemerkosaan khususnya terhadp para warga Tionghoa seperti yang dilaporkan itu, diperlukan kehati-hatian dan pendekatan kemanusiaan pada korban untuk mengungkapnya. Sehingga boleh dibilang kasus pemerkosaan tersebut sangat spesifik dibanding kasus lain, dalam upaya menyelesaikannya.

Ketua Tim Relawan Timotius Haryanto mengatakan kepada wartawan, pihaknya belum lama

ini telah mendata sedikitnya terdapat 24 korban pemerkosaan. Namun kini sebagian besar dari para korban tersebut telah berpindah tempat tinggal ke kota lain setelah terjadinya kerusuhan.

Mantan Polwan

Sementara itu, Komisi Nasional (Komnas) HAM meminta bantuan para mantan Polisi Wanita (Polwan) di Jakarta agar menjadi jembatan bagi Polisi Wanita yang masih aktif dinas dengan para korban pemerkosaan untuk melakukan investigasi.

''Dengan cara itu, para mantan dan Polwan akan mendatangi keluarga korban, sehingga lebih memudahkan dalam mendapatkan pengakuan korban pemerkosaan melalui pendekatan psikologis,'' kata Anggota Komnas HAM, Drs Koesparmono Irsan SH MBA kepada wartawan di Surabaya Jumat siang.

Menurut mantan Direktur Reserse Mabes Polri dan juga pernah menjabat sebagai Kapolda Jawa Timur, melibatkan mantan Polwan yang dipimpin Kolonel (Pur) Dra Irawati bersama-sama Polwan aktif bakal bisa lebih efektif jika dibandingkan dengan mengerahkan polisi laki-laki. ''Polisi wanita inilah yang akan mengunjungi korban dan keluarganya,'' katanya.


BACK