PENGAKUAN AMOY-AMOY KORBAN PERKOSAAN.


Disergap, Dilucuti Akhirnya Digilir

BANJARMASIN POST, July 14, 1998
Pengantar
PERKOSAAN terhadap amoy-amoy yang dilakukan para perusuh ketika Jakarta diguncang kerusuhan13-14 Mei lalu pada kenyataannya memang terjadi. Jumlahnya sungguh mengejutkan seperti dilaporkan Tim Relawan untuk Kemanusiaan kepada Komnas HAM, Senin, yaitu 168 orang, 20 di antaranya meninggal dunia. Dari jumlah tersebut, 152 berada di Jakarta, dan 16 sisanya tersebar di Medan, Solo, Palembang dan Surabaya. Beberapa orang keturunan gadis keturunan Tionghoa itu berani mengungkapkan penderitaannya kepada sebuah LSM perempuan KPIKD (Koalisi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan dan Demokrasi) dan Bakom PKB (Badan Koordinasi Masyarakat Penghayatan Kesatuan Bangsa). Berikut ini cukilan pengakuan mereka yang ditulis wartawan BPost Tatang Suherman dalam beberapa bagian.

SALLY, sebut saja namanya begitu. Umurnya baru menginjak 25 tahun bekerja di perusahaan elektronik sebagai sekretaris eksekutif. Ketika kerusuhan memuncak di Jakarta, Sally sedang menonton televisi di rumahnya, lantai tujuh sebuah apartemen di kawasan Pluit Jakarta Utara.

Ketenangannya terusik ketika massa mulai mendatangi komplek apartemen. Kekhawatiran mulai merasuk jiwanya manakala pembakaran dan penjarahan terjadi. Dari jendelanya dia melihat api mengepul di mana-mana. "Jakarta jadi lautan api," pikirnya. Meski rasa khawatir mulai merasuk namun Sally berusaha tetap tenang. Dalam benaknya terbalut keyakinan bahwa massa tak mungkin mendatangi apartemennya.

Ketenangan itu ternyata tak berumur lama. Sejam kemudian, suara batu dan orang-orang yang berteriak "bakar-bakar" terdengar dekat telinganya. Dia kaget. Belum lagi pikirannya jalan, tiba-tiba lampu mati. Sally memilih diam bersembunyi di kamarnya. Entah jam berapa, pokoknya dalam ingatannya saat itu tak ada lagi suara orang yang berteriak-teriak. Demikian pula suara batu-batu yang beterbangan menerobos kaca-kaca jendela.

"Sudah amankah?" Sally yang berjam-jam mendekam di kamarnya mulai memberanikan diri ke luar ruangan. Terbersit pikiran untuk meminta pertolongan tetangganya karena di apartemennya dalam keadaan gelap gulita. Pelan-pelan dia buka pintu kamar kemudian daun pintu rumahnya. Dia berjalan mencari arah tangga (karena lift tidak jalan). Satu persatu anak tangga dia turuni. Untuk sementara sampai beberapa tingkat ke bawah dia aman.

Tetapi ketika sampai di lantai berikutnya tiba-tiba ada orang yang bertanya "Siapa kau?" Sally langsung menjawab dengan harapan orang tersebut bisa menolongnya. "Saya! Tolong antarkan ke tempat yang aman," kata Sally.

Orang itu pun memegang tangannya dan membawa Sally ke sebuah tempat di sekitar itu juga. Betapa kagetnya ketika orang itu memerintahkan agar Sally menanggalkan seluruh pakaiannya. Sally menolak tetapi kemudian orang itu bertambah agresif melucuti sendiri pakaian Sally. (Setelah itu suara rekaman Sally berubah menjadi tangisan, Red).

Bisa diterka saat itulah pemerkosa yang diduga masih para perusuh itu menggarap tubuh Sally. Pemerkosa tersebut sebelumnya diduga akan melakukan penjarahan ke lantai lain mengambil sisa-sisa barang yang bisa diambil.

Dengan ditemukannya Sally, diduga timbul niat busuknya untuk melakukan perkosaan. Tepat sekali, karena korban Sally juga tak bisa mengenali pemerkosanya sebab keadaan ruangan gelap sekali.

Yang lebih kaget lagi, demikian penuturan Sally, setelah itu ternyata masih ada tiga teman pemerkosa yang juga ikut menggilirnya. Sally pun pingsan sampai sampai matahari pagi mulai menerangi Jakarta. Dengan tertatih-tatih dan pakaian kusut Sally turun menemui orang-orang di sekitarnya. Sally pingsan lagi dan baru ingat ketika berada di rumah sakit.

Selama dua minggu Sally mendapat perawatan intensif di sebuah rumah sakit elit di kawasan Jakarta. Saat ini, kondisi fisiknya memang membaik tetapi traumanya belum pulih. Menurut salah seorang pengurus LSM yang pernah mendengar cerita Sally ini, kesembuhan korban perkosaan tidak akan bisa seratus persen. Apalagi ini dilakukan oleh beberapa orang.

Bersama keluarganya Sally pernah mencoba melupakan kejadian tersebut dengan pergi berlibur ke Pulau Bali. Tetapi itu pun ternyata tak bisa menjadi obat penyejuk apalagi bisa melupakan kejadian tragis seperti itu. Sekarang Sally sudah berada di Jakarta dalam rangka penyebuhan jiwa. Suatu saat Sally diharapkan bisa menjadi saksi keganasan orang yang tak berperikemanusiaan jika memang kasus itu sampai ke meja pengadilan. ***


BACK