SOAL SEBUTAM SUKU TIONGHOA ATAU KETURUNAN CINA.
Kompas.
Jumat, 10 Juli 1998

Tuntutan untuk mengganti istilah keturunan Cina dengan suku Tionghoa, belum diterima secara bulat. Karena, persoalan yang terpenting bukanlah pada sebutannya, tapi pada itikad baik masyarakat dan pemerintah untuk menerima orang-orang keturunan Cina ini sebagai bagian dari masyarakat majemuk Indonesia.

Demikian rangkuman beberapa orang yang dihubungi Kompas untuk menanggapi tuntutan untuk mengganti sebutan warga negara keturunan Cina menjadi suku Tionghoa, yang disampaikan Ketua Umum Partai Pembauran Indonesia HM Yusuf Hamka kepada Menpen Mohammad Yunus (Kompas, 27/6).

Menurut Yusuf Hamka, kata Cina itu mempunyai konotasi negatif dan semangat sinisme. Mereka bahagia kalau dianggap bangsa Indonesia dan lebih senang dipanggil suku Tionghoa.

Robert Kuswanda, pengusaha Indonesia yang tinggal di Hongkong SAR, kepada Kompas mengatakan tidak perlu lagi menggunakan sebutan Tionghoa. "Kalau pemerintah mau melaksanakan reformasi, harus bisa menyelesaikan masalah pembauran ini. Kalau tidak mau ada gap dalam negara Indonesia satu nusa satu bangsa ini, tidak perlu lagi surat-surat kewarganegaraan seperti SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia) dan K-1 yang dikeluarkan Pemda DKI. Biar dia Cina, tetap satu Warga negara RI," kata Robert.

Nada sama juga disampaikan oleh seorang wanita bermarga Li. "Bagi saya masalahnya sama saja, mau dipanggil Cina atau Tionghoa. Yang penting, jangan membedakan pri dan nonpri," kata wanita kelahiran tahun 1967 yang bekerja pada sebuah toko jam di Gajah Mada Plaza.

Sedangkan Fanny, Aida, dan Andreas yang bekerja pada perusahaan komputer merek Hewlett-Packard, semua sepakat kalau penggunaan kata Cina itu terlalu kasar. "Orang Tionghoa kan juga orang Indonesia. Kalau disebut keturunan itu lebih halus," kata Fanny. Mereka semua setuju untuk mengganti sebutan Cina dengan kata Tionghoa.

Yusuf membedakan penggunaan kata Tionghoa yang hanya berlaku untuk orang-orang keturunan Cina di Indonesia. "Kalau di daratan Cina ya tetap saja Cina. Mereka 'kan bangsa Cina dan negaranya disebut Republik Rakyat Cina.

Sedangkan Dr I Wibowo SJ, Sinolog lulusan Universitas Indonesia, kepada Kompas mengatakan, istilah Cina sendiri memang sengaja diganti oleh pemerintah Orde Baru, karena asumsi keterlibatan RRC dan PKI dalam kudeta gagal tahun 1965. "Kata Cina ini menjadi derogatori, sesuatu yang tidak menyenangkan, yang sengaja dipakai Orde Baru untuk memutuskan hubungan diplomatik dan memusuhi RRC," kata Wibowo.

Menurut catatan Kompas, kata Cina pertama kali digunakan secara resmi oleh pemerintah RI melalui Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Republik Indonesia No SE-06/Pres.Kab/6/1967 yang ditandatangani oleh Sekretaris Presidium Kabinet Ampera Brigjen Sudharmono SH (kemudian Wakil Presiden RI).

Menurut Dr Wibowo yang mencapai gelar PhD di Universitas London dengan tesis tentang Sekretaris Partai Komunis Cina di pedesaan RRC, kata Cina atau Tionghoa sangat berkaitan dengan masalah politik. "Dan kalau Indonesia mau mengubur permasalahan-permasalahan tentang Cina, memang harus diganti ke Tionghoa," katanya.(rlp)


BACK