MENSOS: SETUJU HUKUM MATI BAGI PEMERKOSA.
SUARA PEMBARUAN. Jumat, 10 Juli 1998
Menteri Sosial Justika S Baharsjah menyatakan setuju sanksi hukuman mati diberikan
kepada pelaku pemerkosaan dalam kerusuhan 13-15 Mei. Tindakan perkosaan itu dinilainya
sangat biadab dan benar-benar martabat perempuan telah diinjak.
Penegasan itu dikemukakan Mensos seusai menyerahkan bantuan dana stimulan kepada 20 Kelompok
Usaha Bersama (Kube) di lima wilayah DKI Jakarta Kamis (9/7). Setiap Kube menerima bantuan
sebesar Rp 2 juta.
Mensos mengatakan, jika melihat indikasi di lapangan, jelas perkosaan tersebut ada yang
mengorganisasikannya. Tindakan sadis itu disesalkan sekali dan patut dikutuk.
Ia mengaku sempat tidak percaya mendengar adanya tindakan perkosaan massal. Sebab di
masyarakat selama ini antara kaum pria dan wanita, terdapat saling menghargai dan
menghormati.
''Rasanya kita ini seperti bukan di Indonesia, tapi seperti di hutan biadab. Rasanya tidak
percaya kalau tindakan perkosaan itu terjadi di sini. Padahal kita tahu orang-orang
Indonesia begitu saling menghormati, saling menghargai antara laki-laki dan perempuan.
Tetapi, dengan kejadian demikian, saya jadi sulit percaya,'' ujar Mensos, yang juga Wakil
Ketua Tim Perlindungan Terhadap Wanita Korban Tindak Kekerasan yang beberapa hari lalu
dibentuk dan diketuai Menteri Peranan Wanita, Tuti Alawiyah.
Tentang kegiatan tim tersebut, Mensos mengatakan, tim akan merumuskan hal-hal yang diperlukan
para korban perkosaan. Khususnya menghilangkan rasa trauma, baik dari segi materi juga dari
segi kesehatan, agama, psikologis, sehingga mereka nanti dapat kembali hidup secara normal.
Komnas HAM
Komnas HAM mendesak Presiden B.J Habibie agar memimpin langsung Tim Penyelidik Nasional
(TPN) untuk mengungkap kasus pemerkosaan yang terjadi di Jakarta dan sejumlah kota lainnya
dalam kerusuhan 12-14 Mei lalu. Pemerintah juga harus meminta maaf kepada korban pemerkosaan
karena telah alpa memberikan perlindungan kepada warga negaranya.
Hal tersebut terungkap dalam pernyataan Komnas HAM tentang Kekerasan Seksual Termasuk
Pemerkosaan Terhadap Kelompok Etnik Cina dan WNI Lainnya, di Jakarta, Kamis (9/7) petang.
Pernyataan Komnas yang ditandatangani Wakil Ketua I dan II serta Sekjen Komnas, Prof Miriam
Budiardjo, Marzuki Darusman dan Prof Baharuddin Lopa itu dibacakan anggota Komnas, Prof
Saparinah Sadli. Hadir dalam acara itu anggota Komnas, Asmara Nababan, Mayjen (Purn)
Soegiri dan Clementino dos Reis Amaral.
Menurut Komnas, pemerkosaan itu merupakan penyerangan terhadap martabat bangsa Indonesia
sebagai bangsa beradab. Hasil penelahan Komnas menunjukkan, pemerkosaan yang sangat brutal
tersebut dilakukan secara terpola dan ironisnya tidak ditangani sebagaimana mestinya oleh
aparat keamanan.
Pernyataan Komnas ini sekaligus menepis kritik sejumlah aktivis organisasi nonpemerintah
yang menyatakan bahwa Komnas tidak pernah secara tegas menyatakan bahwa telah terjadi
pemerkosaan dalam kerusuhan Mei lalu. ''Komnas mengetahui bahwa dalam kerusuhan Mei telah
terjadi kekerasan seksual dan pemerkosaan. Dan pemerintah pun sudah seharusnya menyatakan
bahwa telah terjadi kasus kekerasan seksual yang luas sebagai langkah awal untuk memulihkan
martabat korban,'' tegas Saparinah Sadli.
Data
Mengingat besarnya gangguan psikis korban dan dampak sosial serta berbagai indikasi yang
menunjukkan adanya pola sistematis dalam kekerasan seksual, Saparinah berulangkali mengatakan
pentingnya Presiden memimpin langsung Tim Penyelidik Nasional. Kasus pemerkosaan, menurut
Saparinah, menambah daftar persoalan besar bangsa ini setelah kasus penculikan aktivis,
penembakan mahasiswa Trisakti dan kerusuhan massal Mei lalu.
Menjawab pertanyaan wartawan mengenai akurasi penelahan Komnas dalam kasus pemerkosaan,
Marzuki Darusman mengatakan, pihaknya mempunyai data atau keterangan yang sangat kuat.
''Kami sudah bertemu langsung dengan sejumlah korban selain menerima sejumlah kesaksian
dari orang-orang yang menyaksikan pemerkosaan. Maaf kami tidak bisa mengungkapkan data
mengenai nama dan jumlah korban karena dapat memperburuk kondisi psikologis korban,''
tandasnya.
Marzuki sekaligus mengkritik sejumlah pandangan pejabat pemerintah dan masyarakat yang
menyangsikan adanya pemerkosaan dengan alasan tidak adanya kesaksian langsung dari
korban. ''Korban mengalami trauma yang sangat hebat sehingga tidak mampu memberikan
kesaksian. Penting pula dicatat, reaksi pemerintah yang terkesan tidak mempercayai
adanya pemerkosaan menambah beban korban,'' tambah mantan anggota DPR dari Fraksi Karya
Pembangunan itu.
Selain mengutuk tindak kekerasan seksual termasuk di dalamnya pemerkosaan, Komnas juga
mendesak pemerintah untuk mencegah terulangnya kembali kasus tersebut dengan menghukum
pelaku pemerkosaan seberat-beratnya. Poin penting lainnya dari Komnas berkaitan dengan
trauma yang diderita korban pemerkosaan ialah usulan agar diterapkan cara pembuktian anonim
untuk melindungi korban dan keluarganya.
Menurut anggota Komnas, Asmara Nababan, pembuktian anonim yang artinya tidak perlu
menghadirkan saksi korban secara terbuka sebenarnya sudah berkembang di dunia internasional
setelah muncul kasus pemerkosaan besar-besaran di Bosnia beberapa tahun lalu. Kesaksian
anonim telah diterima dan malah dikembangkan oleh PBB berkaitan kesulitan penyelidik untuk
mengungkap kasus pemerkosaan akibat trauma korban pemerkosaan.
Adili
Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (Parti) mendesak pemerintah dan ABRI segera mengusut
secara tuntas kasus kerusuhan pada 13 - 15 Mei lalu serta segera mengadili para pelaku dan
dalangnya sesuai hukum yang berlaku.
Pernyaaan tersebut disampaikan Sekretaris Parti, Julianus Juta, ketika diterima Fraksi
ABRI DPR RI Kamis (9/7) di Jakarta. Delegasi sebanyak 11 anggota itu menyampaikan pernyataan,
karena kecewa terhadap sikap pemerintah yang lamban dalam menyelesaikan kasus
kerusuhan tersebut.
Sikap Parti yang berisi 6 butir pernyataan diterima Wakil Ketua Fraksi ABRI, koordinator
bidang kesra, Momo Kelana, didampingi Paula Renyaan, Maxandi DS, Hadi Sutrisno,
Imam Utomo dan Suparwantoro.
Ketua Parti, Lius Sungkharisma, mempertanyakan ketidaktegasan sikap pemerintah yang
sepertinya menutup-nutupi kasus tersebut. Padahal, katanya, Pangab Wiranto sudah menyatakan
bahwa ada oknum-oknum ABRI yang terlibat.
Menurutnya, pemerintah sampai saat ini belum melakukan langkah-langkah nyata yang mengarah
pada penuntasan penanganan kasus-kasus tersebut. Bila hal ini dibiarkan berlarut-larut,
akan menjadi preseden buruk terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara.
PARTI juga mendesak agar Presiden BJ Habibie segera membentuk Komisi Negara Independen
(KNI) untuk membongkar tuntas kasus penculikan para aktivis prodemokrasi, tewasnya empat
mahasiswa Universitas Trisakti dan kerusuhan 13-15 Mei. Menanggapi hal tersebut Momo
Kelana mengatakan akan menindaklanjutinya dalam pembahasan di rapat DPR.
Umumkan
Ketua DPA Dr AA Baramuli mengatakan, Menhankam/Pangab akan mengumumkan dalang dan pelaku
kerusuhan bulan 13-15 Mei minggu depan.
Hal itu dikemukakan Baramuli kepada wartawan usai bertatap muka dengan warga keturunan
Tionghoa yang tinggal di Pluit, Muara Karang, Pantai Mutiara dan Pantai Indah Kapuk,
di Jakarta, Kamis (9/7).
Baramuli, yang juga Ketua Komnas HAM mengatakan, Komnas HAM telah tukar-menukar bahan dengan
tim dari ABRI yang dipimpin Danpuspom ABRI, Mayjen TNI Syamsu D dan Jaksa Agung, Andi
Ghalib SH. ''Mudah-mudahan kita semua puas dengan hasil ini,'' ujarnya.
Baramuli, yang didampingi Wakapolri Letjen Pol Lutfi Dahlan, sebelumnya melaksanakan dialog
dengan masyarakat yang di antaranya pengusaha sukses. Dalam dialog tersebut, Ketua DPA ini
berusaha untuk meyakinkan masyarakat bahwa aparat keamanan serius untuk mengungkapkan dalang
dan pelaku kerusuhan.
Di samping itu, saat ini pemerintah sedang menggarap UU Anti Penyiksaan dan UU Anti
Diskriminasi.
Puspom ABRI
Komandan Puspom ABRI Mayjen TNI Syamsu mengatakan, penyelidikan kasus orang hilang sudah
hampir selesai dan para pelaku penculikan sejumlah aktivis itu sudah ditemukan. Dalam
waktu dekat ini akan diumumkan langsung oleh Menhankam/Pangab Jenderal TNI Wiranto.
''Sampai saat ini sudah ada 43 orang yang kita mintai keterangan berkaitan dengan orang
hilang ini. Pelakunya sudah diketahui tapi itu akan diumumkan oleh Menhankam/Pangab,''
kata Syamsu kepada wartawan di Surabaya Kamis(9/7).
Dari yang dimintai keterangan tersebut ada juga perwira menengah ABRI. Hanya Syamsu tidak
mau menyebutkan dari satuan mana perwira tersebut.
Khusus masalah perkosaan, Symasu mengimbau agar para korban tersebut bersedia melapor kepada
polisi. Berkaitan dengan perkembangan penyelidikan tragedi Trisakti, Puspom ABRI sudah
melakukan kerja sama dengan Pindad dan ITB. Hasilnya diketahui bahwa proyektil tersebut
berasal dari senjata stayer dan SS-1. Kita tunggu saja kelanjutannya, kata Syamsu.
(MH/A-14/S-22/SU/070/M-11) |