KORBAN PERKOSAAN SEKARANG HAMIL .
SUARA MERDEKA
Sabtu, 4 Juli 1998
JAKARTA
"Saya amat sedih atas apa yang menimpa para wanita korban perkosaan itu. Jadi tidak benar
kalau dikatakan Menteri Peranan Wanita tidak peka dan tidak tanggap. Begitu mendengar ada
kerusuhan itu, kami langsung menurunkan tim untuk mencari data. Namun ternyata kami kesulitan
memperoleh data itu,'' katanya pada dialog di UI kampus Depok, kemarin.
Dalam dialog itu, Dini, staf pengajar Fakultas Psikologi UI menginformasikan, beberapa wanita
Tionghoa korban perkosaan pada aksi kerusuhan di Jakarta itu sekarang hamil. Sebagian di
antara mereka berada dalam kondisi psikologis yang amat menyedihkan. Sejumlah sukarelawan
sedang mencari upaya penyelesaian masalah ini, dan sedang dijajaki kemungkinan dilakukannya
aborsi.
Fakta itu terungkap dalam pertemuan Menteri Peranan Wanita Ny Hj Tutty Alawiyah dengan
civitas akademika Fakultas Psikologi UI, kemarin. Prof Dr Sarlito Wirawan yang memandu acara
amat membatasi pembicaraan hanya seputar data dan fakta seputar perkosaan, kendati beberapa
peserta mencoba membelokkan pembicaraan.
Dini mengaku mendapat telepon dari temannya seputar kehamilan wanita korban perkosaan itu.
"Hanya jumlahnya berapa belum ada kejelasan. Yang pasti seorang di antaranya selalu berendam
di bak mandi dalam kondisi yang amat bingung dengan kehamilannya itu,'' tuturnya.
Suasana dialog kemarin terasa amat mengharukan. Berbagai data, meski dengan identitas korban
yang amat samar, memunculkan kesedihan bercampur rasa marah di antara hadirin.
Kebrutalan yang dialami para korban, rasanya tidak mungkin dilakukan oleh orang-orang yang
normal.
Kepada wartawan Dini mengemukakan, semua pihak hendaknya bisa mengambil langkah dan sikap
yang tepat menghadapi kasus ini. "Jangan kita terpaku terhadap persoalan dosa dan tidak
dosa atas upaya penyelesaian yang tengah dilakukan,'' katanya mengenai kemungkinan diambilnya
tindakan aborsi.
Jalan keluar yang diambil haruslah yang mampu menyejukkan hati mereka yang tengah hancur
secara psikologis. "Apabila nanti muncul polemik, itu justru akan makin menghancurkan
mereka secara psikologis. Karena itu, kita harus menyelesaikan dengan kepala dingin,''
katanya.
Ia kemudian menceritakan bagaimana para wanita itu diperkosa. "Tidak hanya oleh satu atau
dua orang, tapi oleh sekelompok orang, berlangsung berjam-jam dan bergantian. Coba bayangkan.
Sekarang masih ditambah dia hamil akibat perkosaan itu,'' tuturnya.
Kesulitan Data
Tutty sengaja datang ke Fakultas Psikologi UI untuk mencari data seputar korban perkosaan
pada tragedi Mei lalu. Ia ditemui Dekan Prof Dr Sarlito Wirawan, Kristi Purwadani,
Koordinator Pusat Krisis Psikologi, serta sejumlah staf pengajar. Sejumlah pengurus dan
anggota Persatuan Saudara Baru Indonesia, yang dipimpin H Usman Effendi, dan LSM turut
hadir memberikan masukan.
Ia mengakui kesulitannya mendapatkan data, disebabkan adanya ketidakpercayaan masyarakat
terhadap Pemerintah. Karena itu, ia telah menemui Kapolri dan Kapolda agar menindak pelaku
perkosaan. Ini untuk memberikan jaminan keamanan dan perlindungan hukum kepada mereka.
"Saya mengakui, ketika terjadi kerusuhan, kasus perkosaan itu memang terjadi. Karena itu,
saya tidak memerlukan bukti atas adanya kasus itu. Yang penting sekarang adalah memberikan
rasa aman kepada korban,'' tegasnya.
Ketika ditanya apakah Pemerintah akan meminta maaf dalam hal ini, Tutty mengatakan akan
melihat persoalan terlebih dulu. "Apakah memang sudah sebegitu rupa, sehingga harus minta
maaf. Saya kira apa yang sudah disampaikan Pemerintah selama ini sudah mengindikasikan ke
arah itu. Dan sikap mengutuk ini juga sudah cukup,'' katanya.
Tutty berjanji akan segera mengunjungi korban perkosaan. "Tapi saya kira tidak bisa saya
umumkan, saya akan melakukannya dengan rahasia, mengingat ini masalah yang amat peka bagi
para korban,'' lanjutnya. |