USUT DUGAAN PERKOSAAN SAAT KERUSUHAN
Kapolda Jatim.(SUARA PEMBAHARUAN)

Kamis, 2 Juli 1998

Kapolda Jatim Mayjen Pol Drs M Dayat SH,MBA,MM memerintahkan Kapolwiltabes Surabaya beserta jajarannya mengusut adanya dugaan terjadinya beberapa kasus perkosaan terhadap WNI etnis Tionghoa saat terjadi kerusuhan pada 15 Mei di Surabaya. Walau pun informasi itu terkesan datangnya terlambat, namun Polisi akan tetap mengecek kebenarannya dan mengusut kasusnya.

Sebagaimana diungkapkan Ketua Majelis Agama Konghucu Indonesia (Makin) Boen Bio, Jatim di Surabaya, Bingky Irawan dalam pernyataannya kepada wartawan baru-baru ini menyebutkan, bahwa banyak anggota keluarga Makin yang menjadi korban perkosaan dan pelecehan seksual saat rumah dan toko mereka dijarah dalam aksi kerusuhan massal di Surabaya.

Disebabkan para korbannya masih trauma dan malu yang menimpanya diketahui khalayak ramai, mereka hingga kini masih memilih bungkam.
Yang paling mengagetkan Kapolda, jumlah korban perkosaan dan pelecehan seksual yang dikatakan Bingky, dikabarkan sekitar lebih dari sepuluh orang. Lebih dari itu, aksi perkosaan yang menimpa keluarga WNI etnis Tionghoa dilakukan pelaku di depan mata anggota keluarga lainnya. Keluarga korban bertempat tinggal di kawasan Surabaya Utara, sebagian besar di daerah Kecamatan Semampir, utamanya di Jalan Sombo, Kertopaten dan Wonokusumo.

Bingky mengaku agak sulit meminta penjelasan dari para korbannya guna meneruskan kasusnya ke pihak berwenang. Mereka umumnya tertutup dan stres berat ketika aib yang menimpa dirinya dicoba untuk diminta diceriterakan ulang. ''Untuk itu kami sedang mencoba melakukan pendekatan dengan mengirimkan beberapa tenaga wanita anggota pengurus Makin guna mengorek keterangan, '' ujar Bingky.

Penjelasan Bingky tersebut disampaikan kepada wartawan sebagai latar belakang akan digelarnya seminar kebangsaan, hasil kerja sama Makin Boen Bio Surabaya dengan PWNU Jatim, PMII Jatim dan FKKS pada 5 Juli 1998 mendatang. Data jumlah korban perkosaan saat terjadi aksi penjarahan dan unjuk rasa itu ia terima dari keluarga korban.

Kapolres Surabaya Utara Letkol Pol Drs Sunaryono yang dihubungi terpisah menyatakan heran dengan pengakuan Bingky Irawan yang dilansir media massa Surabaya. Kendati masih bersifat informasi, namun karena keburu disampaikan kepada wartawan dan dilansir media massa, langsung maupun tidak langsung kini memunculkan keresahan tersendiri di kalangan WNI etnis Tionghoa.

''Sejak aksi unjuk rasa melanda Surabaya, hingga kini tidak satu pun kasus perkosaan atau pelecehan seksual yang dilaporkan korban atau keluarga korban. Saya heran, dia (Bingky) itu maunya apa kok bisa-bisanya menyebarkan keterangan yang sensitif kendati sama sekali tidak didasari bukti nyata berupa pengakuan korban dan keterangan ahli hasil visum et repertum (ver) dari dokter,'' ujar Sunaryono.

Ditandaskan pula, kerusuhan massal di kawasan Semampir, masuk wilayah hukum Polresta Surabaya Utara menurut Sunaryono jauh berbeda dengan terjadi di Jakarta atau di tempat lain. Disamping lokasinya jauh lebih kecil juga kurun waktunya pun relatif jauh lebih singkat. Dalam kurun waktu dua-tiga jam, situasi keamanan, ketertiban masyarakat di Semampir secara menyeluruh dapat dikendalikan.

''Apa benar telah terjadi perkosaan atau pelecehan seksual di saat aksi kerusuhan massal yang relatif kecil dan waktunya pendek. Jika benar-benar terjadi, tentunya kasus itu dapat kita ketahui, sebab warga WNI etnis Cina yang mengaku ketakutan langsung kami ungsikan sementara ke Mapolsek atau Mapolresta,'' ujar Sunaryono sambil menyatakan keheranannya atas pernyataan Bingky Irawan tersebut.(070)


BACK