Warga Ujungpandang Menolak Partai Reformasi Tionghoa

Warga Tionghoa di Ujungpandang menyambut dingin pendirian dua partai yang didirikan khusus warga Tionghoa di Jakarta. Tokoh Cina di Ujungpandang yang sempat dihubungi menyatakan akan menghindari pengelompokan yang bersifat primordial demi keutuhan bangsa dan negara Indonesia.

Prof Mr Ten Tjing Leng, Anton Obey, Niko dan Wikarsa yang dihubungi secara terpisah menilai dua partai yang didirikan warga Tionghoa di Jakarta masing-masing Parpindo (Partai Pembauran Indonesia) dan PRT (Partai Reformasi Tionghoa) tidak tepat.

Drs Anton Obey, Ketua Bakom PKB Sulsel dan Wikarsa Sekretaris Yayasan Budi Luhur sebuah yayasan yang mengkoordinir seluruh yayasan warga Tionghoa di Ujungpandang secara tegas menyatakan menolak dan tidak akan memberikan dukungan. "Biarlah mereka yang di Jakarta mendirikan itu tetapi kami di Ujungpandang tidak akan mendukung," tegas Wikarsa yang dikenal hampir seluruh warga Tionghoa di Ujungpandang karena keaktifannya di Yayasan Budi Luhur.

Sedang Anton Obey, pengusaha terkenal yang juga aktif di berbagai kegiatan kemasyarakatan tingkat Sulsel menyatakan kekecewaannya karena Parpindo dan PRT dinilainya memunculkan sifat eksklusivisme.

Anton Obey yang mengaku memberi tanggapan secara pribadi menyatakan sudah bukan waktunya memunculkan partai yang berlatar belakang suku dan agama. Yang diperlukan sekarang justru memperkuat persatuan dan kebersamaan untuk mengatasi krisis yang sedang melanda bangsa kita. "Yang kita mau dorong sekarang ialah agar tidak ada lagi perbedaan-perbedaan, jadi tidak perlu mendirikan partai yang berbau SARA," ujar Anton.

Senada dengan itu, Wikarsa, justru secara tegas meminta pendirian dua partai yang berlatar belakang ras Cina diurungkan. Wikarsa menghargai hak mereka yang mau mendirikan dan mengikuti partai tersebut. Tetapi katanya, berdasarkan pemantauannya, sebagian besar keturunan Tionghoa di Ujungpandang tidak sependapat dan tidak akan menjadi pendukung kedua partai itu.

"Biarlah teman-teman di Jakarta karena itu hak mereka. Kita juga harus menghargai hak setiap orang, tetapi kami di Ujungpandang tidak akan ikut," kata Wikarsa.

Hal yang sama juga disampaikan Niko salah seorang pengusaha ikan kerapu di Ujungpandang. Kepada Pembaruan Niko menyatakan harapannya agar warga Cina bergabung saja dengan partai lain yang sudah ada untuk memelihara persatuan dan kebersamaan dengan seluruh warga masyarakat. Berdasar pengalamannya bergaul dengan berbagai lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang, ia menyatakan salut kepada partai yang terbuka kepada seluruh lapisan masyarakat tanpa memandang seseorang dari latarbelakangnya.

Semangat Persatuan

Prof Mr Teng Tjing Leng yang dihubungi Pembaruan menyatakan pendirian partai dengan warna suku dan agama harus dihindari agar semua warga negara tidak terkota-kotak dalam lingkungan yang sempit. Karena itu ia menyatakan ketidaksetujuannya atas pendirian partai di kalangan etnis Cina. Bahkan menurut dia dari dulu memang dia tidak berpartai karena cuma berjuang untuk seluruh rakyat. Tetapi advokad senior dan mantan sekretaris senat

pada awal pendirian Universitas Hasanuddin yang kini berusia 92 tahun itu tidak menepis maksud yang mendorong berdirinya partai di kalangan etnis Cina. "Saya sangat mengerti karena mereka benar-benar terdesak dengan kerusuhan belakangan ini," jelas Teng salah seorang yang dituakan warga Cina di Ujungpandang.

Menurut alumni Universitas Leiden Belanda 1931 itu, akibat kerusuhan lalu warga Cina merasa sangat terpukul, sehingga mungkin karena itu mereka merasa butuh satu wadah untuk memperjuangkan aspirasinya. "Mereka betul-betul terdesak, jadi itu hanya terpaksa saja," tambahnya.

Teng Tjing Leng mengimbau seluruh warga Indonesia untuk kembali pada jiwa dan semangat persatuan seperti pada saat menjelang dan awal kemerdekaan. Saat itu katanya tidak ada perbedaan apa pun di kalangan warga Indonesia.(121)


BACK