Partai Tionghoa Dianggap sebagai Langkah Mundur

JAKARTA (Media): Dilahirkannya Partai Reformasi Tionghoa Indonesia (Perti) memunculkan pendapat pro dan kontra di kalangan para tokoh masyarakat.

"Saya tidak tahu, apa mau mereka dengan mendirikan sebuah partai yang khusus mewadahi WNI keturunan Cina. Saya nilai gagasan ini merupakan langkah mundur terhadap upaya pembauran yang selama ini kita lakukan," ujar pengamat ekonomi Kwik Kian Gie kepada Media di Jakarta kemarin.

Dia mempertanyakan itikad di balik rencana pendirian partai tersebut. "Saya justru heran dan bingung, mengapa mendirikan partai dengan latar belakang etnis. Ini bagi saya, tidak masuk akal dan akan membangkitkan kembali sentimen kesukuan," tegasnya.

Kwik Kian Gie mengatakan selama ini pemerintah dan masyarakat keturunan Cina melalui Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa (Bakom PKB), dengan gigih melaksanakan upaya pembauran. "Nah, jika rencana untuk mendirikan partai ini betul-betul dilaksanakan, maka ini berarti akan menghancurkan upaya pembauran yang selama ini dilakukan," katanya.

Senada dengan Kwik Kian Gie, Kassospol ABRI Letjen TNI Susilo Bambang Yudhoyono juga mengingatkan agar para penggagas Perti berpikir masak-masak. Seusai memberikan ceramah pada Simposium Pencerahan Menuju Indonesia Baru di kampus ITB Bandung,

Sabtu, Yudhoyono mengatakan mendirikan partai politik baru boleh-boleh saja. "Tetapi tolong dipikirkan masak-masak, apakah tepat kalau kita berangkat dari suku, agama, ras, antargolongan, yang selama ini menjadi titik kerawanan yang tinggi," ujarnya.

Di forum yang sama, mantan Rektor ITB Iskandar Alisjahbana mengatakan orang membuat partai dengan merek Tionghoa memang tidak dilarang. "Tapi menurut saya itu tidak tepat," katanya.

La Rose, salah seorang pengurus Partai Perempuan Indonesia, juga tidak setuju dengan upaya mendirikan Perti. Dia mengaku kasihan dengan orang-orang yang ingin membentuk partai semacam itu, sebab bila hal ini diteruskan, mereka akan semakin dicemoohkan oleh warga lain. "Anggota keluarga saya ada yang keturunan Cina, tapi secara jujur mereka ingin tetap bergabung dengan Republik ini," katanya.

Tapi tidak demikian halnya dengan sosiolog Prof Dr Loekman Soetrisno. Dia menyatakan mendukung berdirnya partai yang pihak lain menilai berbau SARA itu. "Saya setuju, sangat mendukung berdirinya partai Tionghoa," katanya kepada wartawan.

Pengamat hukum Dr Satjipto Rahardjo mengatakan Indonesia sekarang ini sedang menuju kepada dunia kepartaian yang menciptakan suatu masyarakat yang lebih egaliterian.

Presiden B.J. Habibie sendiri tak mempersoalkan pri dan nonpri. Ketika berdialog dengan para pemimpin redaksi media cetak dan elektronik di Jakarta, Sabtu, dia menegaskan, warga negara yang pribumi dan nonpri jangan dilihat dari asal-usul etnisnya, tetapi

dari komitmennya terhadap nasib bangsa. "Jika dia orang Bugis, tapi hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak peduli terhadap masalah yang dihadapi bangsanya, dia bagi saya adalah nonpribumi," katanya.

Sementara pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra merencanakan akan mendirikan Partai Islam. "Saya sudah menghubungi KH Yusuf Hasyim dan Anwar Haryono dan beberapa tokoh lainnya, agar nantinya umat Islam hanya bernaung di bawah satu partai saja," ujarnya. (Edi/Rid/Awi/Hru/DH/FL/D-1)


BACK