Disesalkan, Para WNI Pergi ke Luar Negeri

Disesalkan sikap dan tindakan sekelompok WNI keturunan yang mengungsi dan meninggalkan Indonesia dan Kota Bandung khususnya saat terjadi kerusuhan. Sikap dan tindakan demikian bukan saja dipandang sebagai wujud kurangnya solidaritas, tapi dikhawatirkan bisa menghambat proses pembauran di Indonesia. Demikian pendapat Ketua Keluarga Persaudaraan Islam (KPI) Jabar H.Muhammad Amien, dan Ketua Bakom PKB Jabar Hj.Popong Otje Djoendjoenan, menanggapi banyaknya WNI keturunan yang meninggalkan Indonesia dan Bandung selama terjadinya kerusuhan dan maraknya aksi-aksi mahasiswa menuntut reformasi.

Dalam pandangan M.Amien, tindakan WNI keturunan tersebut mencerminkan sikap hanya memikirkan keselamatan dan keuntungan diri sendiri. Sebelum terjadi kerusuhan, mereka menyerukan diadakannya kegiatan mengantisipasi kerusuhan dan membantu masyarakat kecil. Namun pada saat terjadi kerusuhan, mereka sulit dicari dan seolah lupa pada seruannya sendiri.

"Saya mengecam tindakan WNI keturunan yang hanya memikirkan diri sendiri. Mereka lupa bahwa hidup itu harus bermasyarakat. Jangan egois, tapi marilah bersama-sama bersatu untuk terus peduli atas gejolak sosial dan kesulitan yang dialami oleh warga yang sedang kesulitan. Hanya dengan rasa peduli atas sesama kita Insya Allah kerusuhan-kerusuhan dapat dikurangi atau bahkan diatasi," katanya.

Dia juga mengingatkan rasa peduli atas sesama itu bukan hanya tugas WNI keturunan saja, tapi warga pribumi juga punya kewajiban yang sama dalam mengatasi gejolak sosial yang melanda negeri ini. Terutama warga pribumi kaya dan berkecukupan, punya kewajiban untuk membantu sesama mereka yang miskin sehingga bisa mengurangi kesenjangan sosial ekonomi yang kini demikian lebar.

"Marilah kita kuatkan iman dan takwa kepada Allah SWT, sehingga kita terhindar dari mala petaka dunia dan akherat. Mari kita galang persatuan dan kesatuan bangsa dengan melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang bermanfaat bagi masyarakat keseluruhan," ujar Amien.

Menurut Hj.Popong, tindakan yang dilakukan sekelompok WNI keturunan dengan pergi ke luar negeri atau luar kota memang bisa mengatasi persoalan jangka pendek yakni terjaminnya keselamatan pribadi. Namun untuk jangka panjang, justru tindakan tersebut akan sangat berbahaya karena bisa memundurkan kembali upaya pembauran yang tengah diupayakan.

Sebagai manusia, sikap dan tindakan yang ditempuh sejumlah WNI keturunan tersebut dapat dipahami, yakni sebagai wujud rasa takut dan khawatir kemungkian terjadinya hal-hal yang menimpa dirinya. Apalagi, dalam sejarahnya masalah rasialis di Indonesia, terutama di Bandung dan Jabar, bukan hanya terjadi sekali ini saja.

"Secara manusiawi kita bisa memahami mereka pergi dari Indonesia selama kerusuhan. Mereka merasa takut dan trauma karena sebelumnya kejadian-kejadian yang berbau rasialis terjadi di Indonesia. Tapi ini hanya menyelesaikan persoalan jangka pendek, sedangkan untuk jangka panjang akan menambah persoalan karena orang akan menilai sejauhmana solidaritas dan tanggungjawab mereka sebagai warga negara," kata anggota DPR-RI Komisi II ini.

Dia mengatakan proses pembauran antara warga pribumi dan WNI keturunan memerlukan waktu yang lama, serta membutuhkan pengorbanan. Dalam kaitan inilah, ia mengharapkan agar WNI keturunan terus aktif bersosialisasi dan hidup bersama dengan pribumi, baik dalam keadaan susah maupun senang, kondisi aman maupun tidak aman. Termasuk dalam kondisi

kerusuhan, harus dihadapi bersama dengan segala kemungkinan risiko yang menimpa.

"Proses pembauran memang lama, tapi harus kita mulai. Makanya mari kita jadikan masa peralihan ini sebagai momentum untuk mulai menyamakan rasa kita sebagai warga negara. Semua yang terjadi di sini harus dihadapi bersama-sama," ujarnya.

Sebagimana diberitakan, ribuan WNI keturunan pergi ke luar negeri atau luar daerah demi menyelamatkan diri dari kerusuhan yang terjadi menyusul aksi-aksi mahasiswa menuntut reformasi. Sebagian besar WNI keturunan pergi ke Korea Selatan, Hongkong dan Cina, serta sebagian lain ke luar Jawa seperti Pulau Bali, Pulau Seribu atau Kalimantan.

Kambing hitam

Sementara itu beberapa WNI keturunan menyambut baik reformasi damai yang baru saja bergulir. Mereka berharap agar masalah pembauran yang selama ini masih diambangkan perlu segera diselesaikan. Pemerintah diharapkan menunjukkan kemauan politik untuk menuntaskan proses pembauran secara hukum. Selama ini, menurut mereka, WNI keturunan

seringkali dijadikan "kambing hitam" atau pihak yang paling bertanggungjawab dari munculnya berbagai kerusuhan dan masalah yang terjadi di Indonesia. Sedangkan dalam kehidupan sehari-hari WNI keturunan sering mendapat perlakuan yang berbeda dan cenderung diskriminatif.

"Kami berharap pemerintah yang baru ini segera menuntaskan masalah pembauran. Jangan ada lagi perlakuan berbeda atau diskriminasi di antara warga negara," kata salah seorang WNI keturunan yang mohon tidak disebutkan namanya.

Dia menjelaskan bahwa berbagai bentuk perlakukan diskriminatif yang dialami WNI keturunan antara lain dipersulit dalam mengurus surat-surat, kurang terbukanya kesempatan karir di militer hingga jenjang perwira tinggi, pegawai negeri di pemerintahan dan badan-badan usaha milik negara, serta kesulitan dalam melanjutkan pendidikan di universitas

negeri.

"Kesempatan-kesempatan tersebut mestinya dibuka. Bila WNI keturunan selalu dianggap sebagai keturunan dan bukannya dipandang sebagai bagian dari masyarakat Indonesia seutuhnya, maka sudah barang tentu hal itu tidak akan mendorong rasa persatuan dan kesatuan bangsa," ujarnya.***


BACK